TULISAN
EKONOMI KOPERASI
“ MENGAPA KOPERASI DI INDONESIA TIDAK BERKEMBANG MAJU SECARA SIGNIFIKAN”
Nama : FIRLI
SISYATUN NISA
NPM : 1A
211241
KELAS 2 EA 27
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2012
MENGAPA KOPERASI DI INDONESIA TIDAK BERKEMBANG MAJU SECARA SIGNIFIKAN
Koperasi merupakan badan usaha bersama yang bertumpu pada
prinsip ekonomi kerakyatan yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berbagai
kelebihan yang dimiliki oleh koperasi seperti efisiensi biaya serta dari
peningkatan economies of scale jelas menjadikan koperasi sebagai sebuah bentuk
badan usaha yang sangat prospekrif di Indonesia. Namun, sebuah fenomena yang
cukup dilematis ketika ternyata koperasi dengan berbagai kelebihannya ternyata
sangat sulit berkembang di Indonesia. Koperasi bagaikan mati suri dalam 15
tahun terakhir. Koperasi Indonesia yang berjalan di tempat atau justru malah
mengalami kemunduran.
Pasang-surut Koperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan
surut. Saat ini pertanyaannya adalah “Mengapa Koperasi sulit berkembang?”
Padahal, upaya pemerintah untuk memberdayakan Koperasi seolah tidak pernah
habis. Bahkan, bisa dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program
bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT),
pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program
KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial
dari perbankan, Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk
memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada
institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan
Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang sebagai memacu gerakan ini
untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan
stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu “dikasihani”.
1. Kurangnya Partisipasi Anggota
Bagaimana mereka bisa berpartisipasi lebih kalau mengerti
saja tidak mengenai apa itu koperasi. Hasilnya anggota koperasi tidak
menunjukkan partisipasinya baik itu kontributif maupun insentif terhadap
kegiatan koperasi sendiri. Kurangnya pendidikan serta pelatihan yang diberikan
oleh pengurus kepada para anggota koperasi ditengarai menjadi faktor utamanya,
karena para pengurus beranggapan hal tersebut tidak akan menghasilkan manfaat
bagi diri mereka pribadi. Kegiatan koperasi yang tidak berkembang membuat
sumber modal menjadi terbatas. Terbatasnya usaha ini akibat kurangnya dukungan
serta kontribusi dari para anggotanya untuk berpartisipasi membuat koperasi
seperti stagnan. Oleh karena itu, semua masalah berpangkal pada partisipasi
anggota dalam mendukung terbentuknya koperasi yang tangguh, dan memberikan
manfaat bagi seluruh anggotanya, serta masyarakat sekitar.
2. Sosialisasi Koperasi
Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini
disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota
hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa,
baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi
dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem
kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga
berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi
kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan
seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus,
karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri
terhadap pengurus.
3. Manajemen
Manajemen koperasi harus diarahkan pada orientasi strategik
dan gerakan koperasi harus memiliki manusia-manusia yang mampu menghimpun dan
memobilisasikan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang
usaha. Oleh karena itu koperasi harus teliti dalam memilih pengurus maupun
pengelola agar badan usaha yang didirikan akan berkembang dengan baik.
Ketidak profesionalan manajemen koperasi banyak terjadi di
koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang
rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil.
Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu
dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun
finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya
yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur.
4. Permodalan
Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan
kondisi modal keuangan badan usaha tersebut. Kendala modal itu bisa jadi karena
kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan sebaliknya terlalu
tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri. Jadi untuk keluar dari
masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan structural, maksudnya
dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan factor produksi, khususnya
permodalan.
Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan
Sulawesi Tengah Muhammad Hajir Hadde, SE. MM menyebutkan salah satu hambatan
yang dihadapi selama ini diantaranya manajemen dan modal usaha. Hal itu
dikatakannya dihadapan peserta Diklat Koperasi Simpan Pinjam KSP dan Unit
Simpan Pinjam USP yang saat ini sedang berlangsung di Palu. Untuk
mengantisipasi berbagai hambatan dimaksud khususnya manajemen Dinas Kumperindag
selaku leading sector terus berupaya mengatasinya melalui pendidikan dan
pelatihan serta pemberian modal usaha.
5. Sumber Daya Manusia
Banyak anggota, pengurus maupun pengelola koperasi kurang
bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka koperasi
berjalan dengan tidak profesional dalam artian tidak dijalankan sesuai dengan
kaidah sebagimana usaha lainnya.
Dari sisi keanggotaan, sering kali pendirian koperasi itu
didasarkan pada dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian
koperasi didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas. Pengurus yang dipilih
dalam rapat anggota seringkali dipilih berdasarkan status sosial dalam
masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan
kurang adanya control yang ketat dari para anggotanya.
Pengelola ynag ditunjuk oleh pengurus seringkali diambil
dari kalangan yang kurang profesional. Sering kali pengelola yang diambil bukan
dari yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam
wirausaha.
6. Kurangnya Kesadaran Masyarakat
Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas
(bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di
indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan
pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri,
koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu
memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu
sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di
Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus
mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat
dan tujuan dari koperasi.
7. “Pemanjaan Koperasi”
Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi
alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu
pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan
tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi
bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya
menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah
bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena
terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan
dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang
tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih
profesional, mandiri dan mampu bersaing.
8. Demokrasi ekonomi yang kurang
Dalam arti kata demokrasi ekonomi yang kurang ini dapat
diartikan bahwa masih ada banyak koperasi yang tidak diberikan keleluasaan
dalam menjalankan setiap tindakannya. Setiap koperasi seharusnya dapat secara
leluasa memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi sangat
membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa – jasa yang
diberikan, tetapi hal tersebut sangat jauh dari apa ayang kita piirkan.
Keleluasaan yang dilakukan oleh badan koperasi masih sangat minim, dapat
dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam
memberikan pinjaman, untuk usaha masyarakat itu sendiri tanpa melalui
persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena itu seharusnya koperasi
diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan pelayanan terhadap anggotanya
secara lebih mudah, tanpa syarat yang sangat sulit.
Sebenarnya,
secara umum permasalahan yang dihadapi koperasi dapat di kelompokan terhadap 2
masalah. Yaitu :
A. Permaslahan Internal
Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia sehingga
kapasitasnya terbatas;
Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat, sehingga
“rangkap jabatan” ini menimbulkan akibat bahwa fokus perhatiannya terhadap
pengelolaan koperasi berkurang sehingga kurang menyadari adanya
perubahan-perubahan lingkungan;
Bahwa ketidakpercayaan anggota koperasi menimbulkan
kesulitan dalam memulihkannya;
Oleh karena terbatasnya dana maka tidak dilakukan usaha
pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin), padahal teknologi berkembang pesat; hal
ini mengakibatkan harga pokok yang relatif tinggi sehingga mengurangi kekuatan
bersaing koperasi;
Administrasi kegiatan-kegiatan belum memenuhi standar
tertentu sehingga menyediakan data untuk pengambilan keputusan tidak lengkap;
demikian pula data statistis kebanyakan kurang memenuhi kebutuhan;
Kebanyakan anggota kurang solidaritas untuk berkoperasi di
lain pihak anggota banyak berhutang kepada koperasi;
Dengan modal usaha yang relatif kecil maka volume usaha terbatas;
akan tetapi bila ingin memperbesar volume kegiatan, keterampilan yang dimiliki
tidak mampu menanggulangi usaha besar-besaran; juga karena insentif rendah
sehingga orang tidak tergerak hatinya menjalankan usaha besar yang kompleks.
B.Permasalahan eksternal
Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang lain yang
secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani oleh koperasi;
Karena dicabutnya fasilitas-fasilitas tertentu koperasi
tidak dapat lagi menjalankan usahanya dengan baik, misalnya usaha penyaluran
pupuk yang pada waktu lalu disalurkan oleh koperasi melalui koperta sekarang
tidak lagi sehingga terpaksa mencari sendiri.
Tanggapan masyarakat sendiri terhadap koperasi; karena
kegagalan koperasi pada waktu yang lalu tanpa adanya pertanggungjawaban kepada
masyarakat yang menimbulkan ketidakpercayaan pada masyarakat tentang
pengelolaan koperasi;
Tingkat harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan
penjualan sekarang tidak dapat dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru
menciutkan usaha.
Persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi kiranya menjadi
relatif lebih akut, kronis, lebih berat oleh karena beberapa sebab :
Kenyataan bahwa pengurus atau anggota koperasi sudah
terbiasa dengan sistem penjatahan sehingga mereka dahulu hanya tinggal berproduksi,
bahan mentah tersedia, pemasaran sudah ada salurannya, juga karena sifat pasar
“sellers market” berhubungan dengan pemerintah dalam melaksanakan politik.
Sekarang sistem ekonomi terbuka dengan cirri khas : “persaingan”. Kiranya
diperlukan penyesuaian diri dan ini memakan waktu cukup lama.
Para anggota dan pengurus mungkin kurang pengetahuan/skills
dalam manajemen. Harus ada minat untuk memperkembangkan diri menghayati
persoalan-persoalan yang dihadapi.
Oleh karena pemikiran yang sempit timbul usaha “manipulasi”
tertentu, misalnya dalam hal alokasi order/ tugas-tugas karena kecilnya
“kesempatan yang ada” maka orang cenderung untuk memanfaatkan sesuatu untuk
dirinya terlebih dahulu.
Pentingnya rasa kesetiaan (loyalitas) anggota; tetapi karena
anggota berusaha secara individual (tak percaya lagi kepada koperasi) tidak ada
waktu untuk berkomunikasi, tidak ada pemberian dan penerimaan informasi, tidak
ada tujuan yang harmonis antara anggota dan koperasi dan seterusnya, sehingga
persoalan yang dihadapi koperasi dapat menghambat perkembangan koperasi.